Category Archives: Opini | Opinion

In Retrospect on Indokistani 10th Anniversary

Exactly today 10 years ago, a micronational movement called Indokistan was founded by three friends in Jakarta, those were Farhan, Dicky, and Nabil. Founders of Indokistan and their loyal compatriots then hand-in-hand continues their micronational endeavour from years to years.

Indokistan survived its greatest challenges for years. Indokistan faced a large-scale war in 2011, and survived a confidence crisis in 2012 that almost caused the collapse of Indokistan. The tide turned in 2013 when Indokistan then-president Tian Abdurrahman declared the establishment of the Federal State of Indokistan, and expansive progress then followed. It was then Indokistani statesmen realise that a federation is the perfect formula that would successfully united the diverse country and guaranteed its success.

Unfortunately everything indeed has its end. Indokistani statesmen decided to terminate their micronational project of Indokistan in 2016. Indeed their personal quest and daily tasks shall be prioritised, and micronational activity could not be continued further. Indokistani last president Farhan even said: “… micronational movement brings joy, but unfortunately it did not last… we believe that this shall be the end [of the movement]…” On 5 July 2016, Indokistan as a micronational movement ceased to exist.

Its establishment occurred 10 years ago, its dissolution occurred 4 years ago. How time flies so fast.

Indokistan for the community

When Indokistan dissolved, we did realise that our disbandment will affected the entire community, especially to those on the Indonesian sector. Sure enough, Indonesian community suffer its worst decline after Indokistani dissolution in 2016. The community would not recovered until 2019, when Strada sector (which included Pejaten, Ruslandia, among others) and other newly-founded micronations emerged and successfully re-energised the community.

Besides, Indokistan has emerged to become something that motivates new micronations even after Indokistani dissolution. It is no strange that those young micronationalists are familiar with a former micronation called “Indokistan” that existed in the past. Some of them even lamented why Indokistan dissolved so quickly – even until now. This somehow brings us joy, because we now realise that we have one thing in our life that makes others happy, and even motivates them to do more.

In the end, we then realise that Indokistan would even “remain exist” in heart of the communities and its future successor. Its name remain in the memory of young micronationalists and continuously remembered as one successsful micronation. Its nostalgia continues to enchant present and future micronationalists, today and tomorrow.

How are we today?

We – former Indokistani statesmen – are indeed not the same person as we 10 years ago. We have continued our life  until today and then tomorrow. We already passed our personal milestones – we continues our undergraduate degree, we continues our pursuit of happiness and personal satisfaction.

From all Indokistani statesmen, only Nabil continues to be committed to participate on micronational activities. Today, he wishes to proudly announce that his former Indokistani compatriots has completed their undergraduate thesis and is ready to face their next life challenge as a doctor, translator, reporter, or others and to contribute something to the society.

We also wishes to encourage our friends to not to be afraid, because your success in the future is completely certain. Our friends has picked micronationalism as their current hobby – isn’t micronationalism is an extraordinary place of learning? It is a comprehensive class of politics, culture, social science, diplomacy, and all things related to a country-building process for all of its “students” – the micronationalists. We confidently declares that we received a lot of new knowledge during our time in Indokistan, it helps us a lot.

To conclude, we wishes our fellow micronationalists to successfully consolidate and brings their micronation to its glory. It is a good source of learning as well. We invite you to know more from Indokistan and be inspired with it, as it will brings us joy as well to reminiscing our time in Indokistan.

/Our two-cents,

 

 

 

 

 

Advertisement

Menilik Ulang Indokistan Setelah 10 Tahunnya

Tepat hari ini satu dasawarsa lalu, sebuah negara mikro yang dinamai Indokistan didirikan oleh tiga sekawan dari Indonesia, mereka ialah Farhan, Dicky, dan Nabil. Mereka bertiga beserta rekan-rekan setianya dengan semangat membangun negara mikro tersebut dari tahun ke tahun.

Indokistan bertahan dari cabaran besar pertamanya tahun 2011, ketika perang besar dengan negara mikro tetangga terjadi, dan selamat pula tahun 2012 ketika krisis besar hampir menyebabkan negara bubar. Titik balik negara Indokistan terjadi pada tahun 2013, ketika pernyataan pembentukan Negara Federal Indokistan diisytiharkan oleh presidennya saat itu, Tian Abdurrahman, dan kemajuan pesat Indokistan semakin matang. Pada saat itu disadarilah rupanya, Indokistan sebagai sebuah federasi adalah bumbu paling baik yang menyempurnakan negara tersebut dan menyokong kemajuannya dari hari ke hari.

Sayangnya, kita tahu ketika ada awal tentu ada akhir. Negarawan Indokistan memutuskan untuk mengakhiri kegiatan mikronasional Indokistan pada tahun 2016. Cita-cita dan tugas pribadi tentu mesti didahulukan pada akhirnya, dan aktivitas mikronasional sudah tidak bisa lagi dilanjutkan – seperti yang Farhan katakan dalam pernyataan akhirnya, “…mikronasionalisme membahagiakan, namun kami rasakan sekarang adalah akhirnya…”. Pada 5 Juli 2016, berakhirlah Indokistan sebagai sebuah negara mikro besar yang mewarnai gerakan mikronasionalisme Indonesia.

Pendiriannya telah lewat 10 tahun, pembubarannya telah lewat 4 tahun. Amat tidak terasa.

Indokistan bagi komunitas

Ketika Indokistan bubar, kami merasa bahwa pembubaran kami pasti akan terasa dampaknya bagi komunitas mikronasional, khususnya Indonesia. Benar saja, setelah Indokistan bubar, komunitas Indonesia pun merasakan penurunan taraf kegiatan yang tidak kecil. Penurunan ini tetap berlanjut sampai 2019, ketika sektor Strada dan negara mikro muda baru berdiri dan menjadi pecutan baru yang memantik semangat komunitas. 

Peristiwa tersebut semakin menyadarkan kami bahwa Indokistan ternyata “masih akan ada” bagi komunitas dan penerus-penerus mikronasional selanjutnya. Namanya masih dibawa-bawa sebagai contoh negara mikro yang berhasil dalam kegiatannya oleh kawan-kawan yang baru saja memulai pijakan pertama negara mikronya. Nostalgianya masih merayu hati rekan-rekan hari ini dan esok.

Selain itu, Indokistan telah berhasil menjadi motivasi bagi negara-negara mikro baru yang berdiri pasca-pembubaran Indokistan. Tidak heran bahwa rekan-rekan baru tersebut tidak asing dengan sebuah bekas negara mikro yang namanya “Indokistan” itu, dan sebagian mereka tetap menyayangkan kenapa Indokistan memutuskan bubar – bahkan sampai sekarang. Ini tetap menjadi satu hal yang membawa kebahagiaan bagi kami, karena sadar akhirnya satu karya dalam hidup kami dapat membawakan semangat bagi orang lain.

Kami saat ini

Kami – para eks-negarawan Indokistan maksudnya – sekarang tentu berbeda dengan kami satu dekade yang lalu. Kami telah melewati sangat banyak lika-liku hidup sampai hari ini dan akan tetap melewatinya besok.  Kami telah memasuki jenjang hidup selanjutnya, kami telah masuk universitas, kami terus melanjutkan kegiatan kami sehari-hari.

Dari seluruh negarawan Indokistan, hanya Nabil yang tetap melanjutkan kegiatan mikronasionalnya. Namun, dengan bahagia disampaikan bahwa rekan-rekan lain telah berjaya dalam kegiatannya sehari-hari. Kami telah menyelesaikan pendidikan kami di universitas dan siap menjadi dokter, wartawan, atau penerjemah dengan jalannya masing-masing.

Di sini kami sampaikan, bahwa kawan-kawan tidak perlu khawatir, kawan-kawan pasti akan tetap berhasil di masa depan. Kawan-kawan bahkan telah memilih mikronasionalisme sebagai kegiatan saat ini – bukankah mikronasionalisme adalah salah satu wahana pembelajaran yang amat luar biasa untuk kita semua? Ia adalah widya wiyata bagi semua pesertanya, ia dapat menjadi tempat belajar politik, budaya, sosial, diplomasi, dan hal lainnya sebagaimana seluruh unsur negara pada umumnya. Kami adalah salah satu buktinya. Kami merasa Indokistan telah memberikan wahana belajar yang amat menarik sehingga ia menjadi salah satu hal yang membentuk kami saat ini.

Pada akhirnya, kami mengucapkan selamat bekerja bagi sejawat negarawan mikro yang masih berjuang memajukan negara mikronya sampai saat ini. Silakan rujuk kepada Indokistan apabila kawan-kawan membutuhkannya, kamipun akan senang pula mengenang-ngenang masa kami ketika berada dalam Indokistan.

/Sari wacana,

 

 

 

 

Flashback: A Discussion on LIR Union

An interesting discussion about LIR Union was published by The Indokistan Times on the third week of November 2012. The discussion was between Indokistani Third Republic politicians, Nabil Ihsan and Tian Abdurrahman. That interesting discussion can be read below:

Controversy on Indokistani membership in LIR Union has resulted in fierce debate among government officials, especially after those talks produced nothing on how the government should respond.

Speaker of the Parliament Tian Abdurrahman commented that as consequences of the “free” principle on Indokistani foreign policy of “free and active”, Indokistan should not be engaged in any alliance or diplomatic pact. He also claimed that if Indokistan insists in continuing its membership in LIR Union, the country has violated its own principles.

Opposing argument from the Chancellor Nabil Ihsan declares that the definition of “free” are “to freely decides on its own foreign policy without foreign intervention”, thus Indokistani membership in LIR union does not negate the principle. He also said that if Indokistan should not be bound with any alliance or diplomatic pact, Indokistan could no longer engaged in diplomacy, nor joining micronational organisations, or to sign a treaty with other micronations.

Do you have another argument for or against Indokistani membership in LIR Union? Voiced your opinion right now!

(The Indokistan Times, November 2012. Translated into English.)

Background

LIR Union (2012-2013)

LIR Union was an intermicronational organisation that consisted of three member states: Indokistan, Los Bay Petros, and Raflesinesia. The founding charter of LIR Union was signed in the only intermicronational conference in Indonesian sector that was took place in 12 August 2012 in Kranji, Los Bay Petros.

The discussion occurred in the Indokistani Third Republic era (October 2012 – January 2013) between then-Chancellor Nabil Ihsan and Parliament Speaker Tian Abdurrahman. At that time, Tian’s influence were on its height, especially after his effort to reform the country as a unitary state went successful few weeks prior to the discussion.

Tian’s statement was seen as a brave act, because of his call to replace the status-quo existed prior to his entry to Indokistan (LIR Union was founded in August 2012, Tian rejoined Indokistan in September 2012). His statement also placed him in a position to challenge the very person that signed the establishment declaration of the LIR Union.

It was already known among Indokistani public that Tian often held differing opinion against other Indokistani figures. For instance, Tian also caused shock in the country afterwards, declaring the establishment of the unitary “Republic of Indokistan” in October 2013. The stunt was done despite Tian himself ratified the referendum results that finalizes Indokistani federal system in June 2013.

On the bright side, this discussion exhibited Indokistani freedom and unity, despite ideological and thought differences. We can also see Tian’s confidence to express his thought, no matter how others will respond, and take it as an example to our daily life.

In the end, LIR Union was abandoned after Raflesinesian unification to Indokistan in February 2013, resulting in only two members remaining. Further proposal of Rayhan Haikal to convert the organisation as a special treaty between both countries also received only marginal support.

/Your personal copy from

Lawas: Perbincangan tentang LIR Union

Sebuah perbincangan menarik tentang LIR Union muncul pada edisi The Indokistan Times pekan ketiga bulan November 2012. Rupanya perbincangan tersebut melibatkan dua tokoh penting Republik Indokistan Ketiga, yaitu Nabil Ihsan dan Tian Abdurrahman. Tentu menarik untuk disimak bagaimana percakapan tersebut, yang dapat Anda tengok di bawah ini:

Kontroversi keanggotaan Indokistan di [LIR Union] semakin banyak diperdebatkan di pemerintahan, terutama karena seluruh [pem]bicaraan berakhir dengan kebuntuan atas [tindakan] yang perlu diambil.

Ketua Parlemen Tian Dacoen menyatakan bahwa untuk melaksanakan ide “bebas” dalam asas politik Indokistan […] “bebas dan aktif”, Indokistan tidak boleh terikat pada pakta persekutuan apapun, sehingga jika Indokistan masih melanjutkan keanggotaan di LIR Union, Ia menganggap bahwa Indokistan sudah melanggar ide “bebas” tersebut.

Argumen lain datang dari Perdana Menteri […] Nabil Ihsan, [yang] menyatakan bahwa definisi “bebas” adalah “bebas dalam menentukan jalan yang akan ditempuhnya sendiri tanpa tekanan negara lain”, dan bahwa pendirian LIR Union tidaklah melanggar hakikat dari “bebas” itu sendiri. Ia juga menerangkan kalau Indokistan tidak boleh terikat pada pakta persekutuan apapun, Indokistan tidak bisa lagi membuka hubungan formal dengan negara lain, mendirikan dan bergabung dalam organisasi intermikronasional, dan menandatangani traktat dengan negara lain.

[Apakah] Anda memiliki argumen [lain] yang mendukung atau menolak keanggotaan Indokistan di LIR Union? Suarakan pendapat anda sekarang juga!

(The Indokistan Times, November 2012. Dengan suntingan.)

Konteks:

Logo LIR Union (2012-2013)

LIR Union adalah sebuah organisasi intermikronasional yang beranggotakan Indokistan, Los Bay Petros, dan Raflesinesia. Deklarasi pendirian LIR Union ditandatangani pada satu-satunya konferensi mikronasional di Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 10 Agustus 2012 di Kranji, Los Bay Petros.

Perbincangan tersebut muncul pada era Republik Indokistan Ketiga (Oktober 2012 – Januari 2013) antara Kanselir (tertulis “Perdana Menteri”) Nabil Ihsan dan Ketua Parlemen Tian Abdurrahman. Pada saat itu, pengaruh Tian yang merupakan pemimpin Bobodolands di Indokistan sedang semakin meningkat, terutama setelah perjuangannya mengembalikan sistem negara kesatuan ke Indokistan berhasil.

Pernyataan Tian tersebut pada saat itu dianggap sebagai suatu tindakan yang amat berani, karena pendapatnya untuk mengusulkan perubahan status quo yang telah ada sebelum ia bergabung ke Indokistan (LIR Union berdiri pada Agustus 2012, Bobodolands baru bergabung ke Indokistan pada September 2012), terlebih berhadapan langsung dengan pendiri yang menandatangani langsung deklarasi pendirian LIR Union.

Sudah lumrah memang pendirian Tian Abdurrahman terkadang berseberangan dengan tokoh Indokistan lain saat Bobodolands menjadi bagian Indokistan sampai Januari 2014. Satu peristiwa besar turut terjadi kemudian, ketika pada Oktober 2013 ia mendirikan negara kesatuan “Republik Indokistan” sebagai protes atas sistem federal Indokistan yang telah disepakati pada referendum di bulan Juni 2013.

Namun di sisi lain, inilah bukti akan keberagaman pemikiran di Indokistan, yang masih tetap bersatu walaupun pemimpinnya memiliki perbedaan pandangan. Kemudian, satu sikapnya yang dapat kita teladani saat ini adalah keberaniannya menyatakan pendapat, mau apapun itu.

Pada akhirnya toh, setelah penggabungan Raflesinesia ke Indokistan pada Februari 2013, status LIR Union sebagai organisasi mikronasional menjadi tidak relevan, karena anggotanya hanya tinggal dua. Usulan Rayhan Haikal untuk mengubah LIR Union menjadi traktat khusus juga tidak menerima sambutan apapun dari pemimpin kedua negara.

/Sari wacana,