Monthly Archives: September 2020

In Retrospect on Indokistani 10th Anniversary

Exactly today 10 years ago, a micronational movement called Indokistan was founded by three friends in Jakarta, those were Farhan, Dicky, and Nabil. Founders of Indokistan and their loyal compatriots then hand-in-hand continues their micronational endeavour from years to years.

Indokistan survived its greatest challenges for years. Indokistan faced a large-scale war in 2011, and survived a confidence crisis in 2012 that almost caused the collapse of Indokistan. The tide turned in 2013 when Indokistan then-president Tian Abdurrahman declared the establishment of the Federal State of Indokistan, and expansive progress then followed. It was then Indokistani statesmen realise that a federation is the perfect formula that would successfully united the diverse country and guaranteed its success.

Unfortunately everything indeed has its end. Indokistani statesmen decided to terminate their micronational project of Indokistan in 2016. Indeed their personal quest and daily tasks shall be prioritised, and micronational activity could not be continued further. Indokistani last president Farhan even said: “… micronational movement brings joy, but unfortunately it did not last… we believe that this shall be the end [of the movement]…” On 5 July 2016, Indokistan as a micronational movement ceased to exist.

Its establishment occurred 10 years ago, its dissolution occurred 4 years ago. How time flies so fast.

Indokistan for the community

When Indokistan dissolved, we did realise that our disbandment will affected the entire community, especially to those on the Indonesian sector. Sure enough, Indonesian community suffer its worst decline after Indokistani dissolution in 2016. The community would not recovered until 2019, when Strada sector (which included Pejaten, Ruslandia, among others) and other newly-founded micronations emerged and successfully re-energised the community.

Besides, Indokistan has emerged to become something that motivates new micronations even after Indokistani dissolution. It is no strange that those young micronationalists are familiar with a former micronation called “Indokistan” that existed in the past. Some of them even lamented why Indokistan dissolved so quickly – even until now. This somehow brings us joy, because we now realise that we have one thing in our life that makes others happy, and even motivates them to do more.

In the end, we then realise that Indokistan would even “remain exist” in heart of the communities and its future successor. Its name remain in the memory of young micronationalists and continuously remembered as one successsful micronation. Its nostalgia continues to enchant present and future micronationalists, today and tomorrow.

How are we today?

We – former Indokistani statesmen – are indeed not the same person as we 10 years ago. We have continued our life  until today and then tomorrow. We already passed our personal milestones – we continues our undergraduate degree, we continues our pursuit of happiness and personal satisfaction.

From all Indokistani statesmen, only Nabil continues to be committed to participate on micronational activities. Today, he wishes to proudly announce that his former Indokistani compatriots has completed their undergraduate thesis and is ready to face their next life challenge as a doctor, translator, reporter, or others and to contribute something to the society.

We also wishes to encourage our friends to not to be afraid, because your success in the future is completely certain. Our friends has picked micronationalism as their current hobby – isn’t micronationalism is an extraordinary place of learning? It is a comprehensive class of politics, culture, social science, diplomacy, and all things related to a country-building process for all of its “students” – the micronationalists. We confidently declares that we received a lot of new knowledge during our time in Indokistan, it helps us a lot.

To conclude, we wishes our fellow micronationalists to successfully consolidate and brings their micronation to its glory. It is a good source of learning as well. We invite you to know more from Indokistan and be inspired with it, as it will brings us joy as well to reminiscing our time in Indokistan.

/Our two-cents,

 

 

 

 

 

Advertisement

Menilik Ulang Indokistan Setelah 10 Tahunnya

Tepat hari ini satu dasawarsa lalu, sebuah negara mikro yang dinamai Indokistan didirikan oleh tiga sekawan dari Indonesia, mereka ialah Farhan, Dicky, dan Nabil. Mereka bertiga beserta rekan-rekan setianya dengan semangat membangun negara mikro tersebut dari tahun ke tahun.

Indokistan bertahan dari cabaran besar pertamanya tahun 2011, ketika perang besar dengan negara mikro tetangga terjadi, dan selamat pula tahun 2012 ketika krisis besar hampir menyebabkan negara bubar. Titik balik negara Indokistan terjadi pada tahun 2013, ketika pernyataan pembentukan Negara Federal Indokistan diisytiharkan oleh presidennya saat itu, Tian Abdurrahman, dan kemajuan pesat Indokistan semakin matang. Pada saat itu disadarilah rupanya, Indokistan sebagai sebuah federasi adalah bumbu paling baik yang menyempurnakan negara tersebut dan menyokong kemajuannya dari hari ke hari.

Sayangnya, kita tahu ketika ada awal tentu ada akhir. Negarawan Indokistan memutuskan untuk mengakhiri kegiatan mikronasional Indokistan pada tahun 2016. Cita-cita dan tugas pribadi tentu mesti didahulukan pada akhirnya, dan aktivitas mikronasional sudah tidak bisa lagi dilanjutkan – seperti yang Farhan katakan dalam pernyataan akhirnya, “…mikronasionalisme membahagiakan, namun kami rasakan sekarang adalah akhirnya…”. Pada 5 Juli 2016, berakhirlah Indokistan sebagai sebuah negara mikro besar yang mewarnai gerakan mikronasionalisme Indonesia.

Pendiriannya telah lewat 10 tahun, pembubarannya telah lewat 4 tahun. Amat tidak terasa.

Indokistan bagi komunitas

Ketika Indokistan bubar, kami merasa bahwa pembubaran kami pasti akan terasa dampaknya bagi komunitas mikronasional, khususnya Indonesia. Benar saja, setelah Indokistan bubar, komunitas Indonesia pun merasakan penurunan taraf kegiatan yang tidak kecil. Penurunan ini tetap berlanjut sampai 2019, ketika sektor Strada dan negara mikro muda baru berdiri dan menjadi pecutan baru yang memantik semangat komunitas. 

Peristiwa tersebut semakin menyadarkan kami bahwa Indokistan ternyata “masih akan ada” bagi komunitas dan penerus-penerus mikronasional selanjutnya. Namanya masih dibawa-bawa sebagai contoh negara mikro yang berhasil dalam kegiatannya oleh kawan-kawan yang baru saja memulai pijakan pertama negara mikronya. Nostalgianya masih merayu hati rekan-rekan hari ini dan esok.

Selain itu, Indokistan telah berhasil menjadi motivasi bagi negara-negara mikro baru yang berdiri pasca-pembubaran Indokistan. Tidak heran bahwa rekan-rekan baru tersebut tidak asing dengan sebuah bekas negara mikro yang namanya “Indokistan” itu, dan sebagian mereka tetap menyayangkan kenapa Indokistan memutuskan bubar – bahkan sampai sekarang. Ini tetap menjadi satu hal yang membawa kebahagiaan bagi kami, karena sadar akhirnya satu karya dalam hidup kami dapat membawakan semangat bagi orang lain.

Kami saat ini

Kami – para eks-negarawan Indokistan maksudnya – sekarang tentu berbeda dengan kami satu dekade yang lalu. Kami telah melewati sangat banyak lika-liku hidup sampai hari ini dan akan tetap melewatinya besok.  Kami telah memasuki jenjang hidup selanjutnya, kami telah masuk universitas, kami terus melanjutkan kegiatan kami sehari-hari.

Dari seluruh negarawan Indokistan, hanya Nabil yang tetap melanjutkan kegiatan mikronasionalnya. Namun, dengan bahagia disampaikan bahwa rekan-rekan lain telah berjaya dalam kegiatannya sehari-hari. Kami telah menyelesaikan pendidikan kami di universitas dan siap menjadi dokter, wartawan, atau penerjemah dengan jalannya masing-masing.

Di sini kami sampaikan, bahwa kawan-kawan tidak perlu khawatir, kawan-kawan pasti akan tetap berhasil di masa depan. Kawan-kawan bahkan telah memilih mikronasionalisme sebagai kegiatan saat ini – bukankah mikronasionalisme adalah salah satu wahana pembelajaran yang amat luar biasa untuk kita semua? Ia adalah widya wiyata bagi semua pesertanya, ia dapat menjadi tempat belajar politik, budaya, sosial, diplomasi, dan hal lainnya sebagaimana seluruh unsur negara pada umumnya. Kami adalah salah satu buktinya. Kami merasa Indokistan telah memberikan wahana belajar yang amat menarik sehingga ia menjadi salah satu hal yang membentuk kami saat ini.

Pada akhirnya, kami mengucapkan selamat bekerja bagi sejawat negarawan mikro yang masih berjuang memajukan negara mikronya sampai saat ini. Silakan rujuk kepada Indokistan apabila kawan-kawan membutuhkannya, kamipun akan senang pula mengenang-ngenang masa kami ketika berada dalam Indokistan.

/Sari wacana,

 

 

 

 

Jomblonisme Begins AIM Chairman Term

Bendera Jomblonisme

AIMNN, 06/09 – Democratic Socialist Republic of Jomblonisme has commenced its office term as Chairman of the Association of Indonesian Micronations (AIM) after a simple ceremony on AIM General Assembly took place last Tuesday (01/09). Jomblonisme accepted AIM chairmanship from acting chairman whom served since Harjakarta dissolution last July.

On the assembly session presided over by acting chairman representative Nabil Ihsan of Suwarnakarta Institute, he immediately declares Jomblonisme to presides over the chairmanship as AIM convention on chairman rotation system puts the country to replace Harjakarta, the previous in line. “I declare that Jomblonisme would presides over as AIM Chairman from today” said Nabil as he struck the gavel to officiates the declaration.

Jomblonisme president, Eri Septio, joyfully accepts his country’s new duty to the organisation. On a short remark, he expresses his gratitude to “Suwarnakarta, Excellent, and Neuborrnia-Merientalia [as acting chairman], as well as all members and observers”. Eri also hopes that AIM will achieve stability on his term, as it will “guarantees success for the organisation”. With Jomblonisme term as Chairman, Eri’s term as Secretary General was also concluded on the same day.

As its first proposed resolution, Jomblonisme proposed Muhammad Azka I of Litania to replace Eri as Secretary General. The voting process still on progress as of today (06/09) despite general support for Azka appointment to the office. An AIM observer said that if Azka successfully elected, it may start a precedent for AIM Chairman to appoint leader of member states next in line on the chairman rotation system.

Jomblonisme Memulai Masa Jabat Ketua AIM

Bendera Jomblonisme

AIMNN, 06/09 – Republik Demokratik Sosialis Jomblonisme telah memulai masa jabatnya sebagai Ketua Asosiasi Negara Mikro se-Indonesia (AIM) setelah upacara serah terima jabatan yang dilaksanakan Selasa lalu (01/09) pada Majelis Umum AIM. Jomblonisme menerima jabatan dari ketua sementara AIM setelah pembubaran Harjakarta pada Juli lalu.

Pada sidang yang dibuka oleh perwakilan ketua sementara Nabil Ihsan dari Institut Suwarnakarta, ia langsung menyatakan pengalihan jabatan ketua kepada Jomblonisme yang berada pada giliran selanjutnya dari sistem penggiliran Ketua AIM. “Saya nyatakan posisi Ketua AIM akan dipegang oleh Jomblonisme”, ucap Nabil seraya mengetuk palu pada rapat tersebut.

Presiden Jomblonisme, Eri Septio, dengan senang hati menerima keputusan Majelis Umum tersebut. Dalam pernyataan singkatnya, Eri berkata “Saya berterima kasih kepada [ketua sementara] Suwarnakarta, Excellent, dan Neuborrnia-Merientalia serta para anggota dan pengamat [atas dukungannya]”. Eri juga mengharapkan kestabilan kerjasama antar negara anggota AIM, dan berjanji akan membawa kesuksesan bagi organisasi. Dengan penunjukan Jomblonisme sebagai Ketua AIM, maka masa jabat Eri sebagai Sekretaris Jenderal juga berakhir.

Sebagai usulan pertamanya sebagai Ketua AIM, Jomblonisme mengajukan Muhammad Azka I dari Litania untuk menggantikannya sebagai Sekretaris Jenderal. Pemungutan suara untuk penunjukan Azka sebagai Sekretaris Jenderal masih berlangsung hingga hari ini (06/09), walaupun pendapat umum negara terhadap penunjukan Azka menunjukkan respon positif.