AIMNN (29/04) – AIMNN (29/04) – Kingdom State of Al Muqaddimah has been accepted to become AIM full member states. Votes taken today evening (29/04) affirming member states support for Muqaddiman membership.
Al-Muqaddimah is an Indonesian micronation founded on 1 January 2014. The Islamic monarchy is currently ruled by Allero I. Al-Muqaddimah was accepted as AIM observer state in 20 March 2020.
On the last General Assembly session (20/04), Muqaddiman request for full membership status advancement was rejected, the very first time occurred in AIM. This also has set a new precedent on the future events should another observer state membership advancement request is rejected by the general Assembly.
AIMNN (29/04) – Negara Kerajaan Al-Muqaddimah telah diterima menjadi anggota penuh Asosiasi Negara Mikro se-Indonesia (AIM. Hasil pemungutan suara yang diadakan pada sidang Majelis Umum hari ini (29/04) menunjukkan dukungan negara anggota atas negara Al-Muqaddimah.
Al-Muqaddimah adalah sebuah negara mikro Indonesia yang berdiri pada 1 Januari 2014. Negara tersebut dipimpin oleh Abdullah Allero I dalam lingkup negara monarki Islam. Al-Muqaddimah telah menjadi pengamat AIM sejak 20 Maret 2020 lalu.
Pada 20 April lalu, permohonan status keanggotaan penuh Al-Muqaddimah ditolak oleh Majelis Umum. Peristiwa tersebut merupakan yang pertama kalinya terjadi di AIM, serta memberikan preseden baru bagi kasus negara pengamat yang gagal mendapatkan penaikan status.
20/04, AIMNN – Association of Indonesian Micronations (AIM) General Assembly session took place yesterday (19/4) has decided on membership status of three member states, Cutlavania, Al-Muqaddimah, and Pacatia.
On the session, the General Assembly has agreed to accept Cutlavanian government request for full membership of AIM. The motion was supported by all members.
Kingship of Cutlavania is a micronation founded in 2019 and currently ruled by King B.M.W.. The country was accepted as AIM Observer state in March 2020.
Muqaddiman Full Membership Rejected
Muqaddiman flag
On the same session, for the first time the AIM General Assembly rejected full membership application of an observer state. Al-Muqaddimah has failed to become full member as 2 member states decided to vote against the accession, while 5 member states abstained.
Excellent, the first country to reject the accession, justified their rejection by saying that Al-Muqaddimah has failed to show their commitment for unity and friendship in the community. He pointed out the Muqaddiman “Anti-infidels Day” celebrated in 1 April, clearly showing its hostility against non-Muslim micronations, such as Excellent.
Other member states has decided to abstained their vote after comprehend the issue, especially after Berakistan leader Moch. Gempar also voting against the accession.
The vote has created a new precedent, since this is the first time the General Assembly has rejected full membership application. Furthermore, AIM Charter also yet to specify on the case of a failed full membership application.
As consensus, the country will remain on their current Observer status. Al-Muqaddimah also allowed to request accession to full membership status in the future whenever they believe member states support for them is sufficed.
Responding on the rejection, Muqaddiman authority declared that they will learn from this mistake and promised for changes in their country.
Pacatia Withdrawed from AIM
Pacatian government has declared their withdrawal from the organisation on the same General Assembly session yesterday (19/04). The announcement was created during a voting session on the motion to revoke their membership, thus mooted the voting.
The organisation had understand on Pacatian government decision to reunify with the newly-formed Neuborrnia-Merientalia in the future. Pacatian authority did not give the date on when the unification would take place until the last General Assembly voting session yesterday.
After the unification, Pacatian leader Arda will become the acting prime minister of Neuborrnia-Merientalia. He will assist president Aaron Penyami to consolidate the new country and to compose the national constitution.
20/04, AIMNN – Sidang Majelis Umum Asosiasi Negara Mikro se-Indonesia (AIM) yang dilaksanakan kemarin (19/4) telah membahas status keanggotaan tiga negara anggota, yaitu Cutlavania, Al-Muqaddimah, dan Pacatia.
Dalam sidang tersebut, Majelis Umum sepakat untuk menyetujui permohonan Cutlavania untuk menjadi anggota penuh AIM dengan suara bulat.
Kerajaan Cutlavania adalah sebuah negara mikro yang berdiri pada tahun 2019 dan dipimpin oleh Raja B.M.W.. Negara tersebut telah diterima sebagai pengamat AIM pada Maret 2020 kemarin.
Al-Muqaddimah Ditolak
Bendera Al-Muqaddimah
Pada sidang yang sama, untuk pertama kalinya Majelis Umum AIM tidak menyetujui penaikan status keanggotaan penuh negara pengamat. Hal ini terjadi setelah Al-Muqaddimah gagal mendapatkan persetujuan dari negara anggota untuk menjadi anggota penuh, dengan 2 suara tidak setuju dan 5 anggota urung memilih.
Poin penolakan pertama muncul dari pemimpin Excellent Theodorus Diaz, yang menyatakan bahwa pemerintah Al-Muqaddimah tidak mendukung persatuan dan persahabatan. Theodorus mencontohkan bahwa Al-Muqaddimah memiliki perayaan “Hari Antikafir” yang dianggap menyerang negara-negara nonmuslim seperti Excellent.
Negara anggota lain memutuskan untuk memilih abstain karena penolakan yang muncul, sehingga Al-Muqaddimah gagal mendapatkan penaikan status, terlebih setelah pemimpin Berakistan Moch. Gempar juga menyatakan ketidaksetujuannya.
Karena baru pertama kalinya terjadi, penolakan Al-Muqaddimah ini menimbulkan preseden baru, utamanya karena masalah ini tidak diundangkan dalam AD-ART.
Berdasarkan kesepakatan negara anggota, Al-Muqaddimah tidak akan kehilangan status keanggotaannya, melainkan saat ini statusnya masih akan menjadi pengamat. Al-Muqaddimah juga diizinkan untuk meminta lagi penaikan status di masa depan, kapanpun dirasa dukungan sudah mencukupi.
Pemerintah Al-Muqaddimah menyatakan bahwa mereka akan belajar dari penolakan ini, serta berjanji akan mempertimbangkan perubahan di negaranya.
Pacatia Mundur
Pemerintah Pacatia menyatakan pengunduran diri dari AIM pada sidang Majelis Umum kemarin (19/04). Hal ini dilakukan di tengah pemungutan suara untuk mencabut keanggotaan Pacatia. Dengan mundurnya Pacatia, maka pemungutan suara tersebut gugur.
Pemerintah Pacatia sebelumnya menyatakan akan bergabung dengan negara Neuborrnia-Merientalia, negara baru yang dipimpin oleh Aaron Penyami sebagai penerus Republik Pejaten. Namun, tidak ada kabar tentang waktu pasti Pacatia resmi bergabung pada negara tersebut hingga pemungutan suara Majelis Umum kemarin.
Setelah penggabungan Pacatia ke Neuborrnia-Merientalia, pemimpin Pacatia Arda akan menjadi perdana menteri sementara negara baru tersebut. Arda akan membantu Aaron Penyami mempersiapkan konstitusi baru dan pematangan pejabat pemerintahan.
AIMNN, 11/04 – Association of Indonesian Micronations (AIM) General Assembly has passed an amendment on the Charter and By-laws of the organisation. The amendment passed general assembly voting on meetings took place from Tuesday (07/04) until Wednesday (08/04) yesterday.
The specific meeting is chaired by Harjakartan delegate Tommy Narisworo, and passed motions to amend two articles on the Charter and By-Laws. Amendments is done on article 12 of the Charter, concerning on term of office, and article 1 paragraph 2 of the By-Laws, concerning on conditions for full membership status.
The general assembly agreed to amend article 12 of the Charter, that previously dictates AIM term of office is 6 months, into 4 months. Article 1 paragraph 2 that previously declares 3-months observership for condition of full membership request, is also amended into just 30 days.
Other amendment proposal to set a term limit for the Secretary General and to modify chairmanship order of precedence, is not passed by the general assembly. A proposal to add articles concerning on AIM symbols is also failed to pass, as member states agreed to manage the symbols on a separate resolutions instead.
General assembly decision to put the amendment in force immediately, will also see the hasten of the ending of the Chairman Falalia and Secretary General Nabil Ihsan’s term of office into the end of this month. Under previous arrangement, both of them will have their term ended only in June 2020.
AIMNN, 11/04 – Majelis Umum Asosiasi Negara Mikro se-Indonesia (AIM) telah meluluskan amendemen terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART) AIM. Amendemen tersebut diluluskan pada sidang umum hari Selasa (07/04) hingga Rabu (08/04) kemarin.
Dalam sidang yang dipimpin oleh delegasi Harjakarta, Tommy Narisworo tersebut, Majelis Umum sepakat mengubah dua pasal AD-ART. Amendemen dilakukan pada pasal 12 Anggaran Dasar (AD) mengenai masa jabat kepengurusan organisasi, serta pasal 1 ayat 2 Anggaran Rumah Tangga (ART) mengenai persyaratan keanggotaan penuh.
Majelis Umum sepakat untuk mengubah pasal 12 AD yang menyebutkan masa jabat kepengurusan 6 bulan, menjadi 4 bulan. Selain itu, pasal 1 ayat 2 ART yang menyebutkan syarat keanggotaan penuh harus telah menjadi pengamat selama 3 bulan, juga dipersingkat menjadi hanya 30 hari.
Usulan amendeman lain, yaitu mengenai pembatasan masa jabat Sekretaris Jenderal, mekanisme penggiliran negara ketua, disepakati oleh Majelis Umum untuk tidak dilakukan perubahan.
Usulan penambahan pasal tentang simbol AIM dalam AD-ART juga tidak diluluskan. Majelis Umum sepakat untuk mengatur simbol AIM hanya dalam resolusi terpisah.
Majelis Umum juga sepakat untuk memberlakukan segera perubahan pasal hasil amendemen, sehingga Negara Ketua Falalia dan Sekretaris Jenderal Nabil Ihsan akan mengakhiri masa jabat pada akhir bulan ini.
An interesting discussion about LIR Union was published by The Indokistan Times on the third week of November 2012. The discussion was between Indokistani Third Republic politicians, Nabil Ihsan and Tian Abdurrahman. That interesting discussion can be read below:
Controversy on Indokistani membership in LIR Union has resulted in fierce debate among government officials, especially after those talks produced nothing on how the government should respond.
Speaker of the Parliament Tian Abdurrahman commented that as consequences of the “free” principle on Indokistani foreign policy of “free and active”, Indokistan should not be engaged in any alliance or diplomatic pact. He also claimed that if Indokistan insists in continuing its membership in LIR Union, the country has violated its own principles.
Opposing argument from the Chancellor Nabil Ihsan declares that the definition of “free” are “to freely decides on its own foreign policy without foreign intervention”, thus Indokistani membership in LIR union does not negate the principle. He also said that if Indokistan should not be bound with any alliance or diplomatic pact, Indokistan could no longer engaged in diplomacy, nor joining micronational organisations, or to sign a treaty with other micronations.
Do you have another argument for or against Indokistani membership in LIR Union? Voiced your opinion right now!
(The Indokistan Times, November 2012. Translated into English.)
Background
LIR Union (2012-2013)
LIR Union was an intermicronational organisation that consisted of three member states: Indokistan, Los Bay Petros, and Raflesinesia. The founding charter of LIR Union was signed in the only intermicronational conference in Indonesian sector that was took place in 12 August 2012 in Kranji, Los Bay Petros.
The discussion occurred in the Indokistani Third Republic era (October 2012 – January 2013) between then-Chancellor Nabil Ihsan and Parliament Speaker Tian Abdurrahman. At that time, Tian’s influence were on its height, especially after his effort to reform the country as a unitary state went successful few weeks prior to the discussion.
Tian’s statement was seen as a brave act, because of his call to replace the status-quo existed prior to his entry to Indokistan (LIR Union was founded in August 2012, Tian rejoined Indokistan in September 2012). His statement also placed him in a position to challenge the very person that signed the establishment declaration of the LIR Union.
It was already known among Indokistani public that Tian often held differing opinion against other Indokistani figures. For instance, Tian also caused shock in the country afterwards, declaring the establishment of the unitary “Republic of Indokistan” in October 2013. The stunt was done despite Tian himself ratified the referendum results that finalizes Indokistani federal system in June 2013.
On the bright side, this discussion exhibited Indokistani freedom and unity, despite ideological and thought differences. We can also see Tian’s confidence to express his thought, no matter how others will respond, and take it as an example to our daily life.
In the end, LIR Union was abandoned after Raflesinesian unification to Indokistan in February 2013, resulting in only two members remaining. Further proposal of Rayhan Haikal to convert the organisation as a special treaty between both countries also received only marginal support.
Sebuah perbincangan menarik tentang LIR Union muncul pada edisi The Indokistan Times pekan ketiga bulan November 2012. Rupanya perbincangan tersebut melibatkan dua tokoh penting Republik Indokistan Ketiga, yaitu Nabil Ihsan dan Tian Abdurrahman. Tentu menarik untuk disimak bagaimana percakapan tersebut, yang dapat Anda tengok di bawah ini:
Kontroversi keanggotaan Indokistan di [LIR Union] semakin banyak diperdebatkan di pemerintahan, terutama karena seluruh [pem]bicaraan berakhir dengan kebuntuan atas [tindakan] yang perlu diambil.
Ketua Parlemen Tian Dacoen menyatakan bahwa untuk melaksanakan ide “bebas” dalam asas politik Indokistan […] “bebas dan aktif”, Indokistan tidak boleh terikat pada pakta persekutuan apapun, sehingga jika Indokistan masih melanjutkan keanggotaan di LIR Union, Ia menganggap bahwa Indokistan sudah melanggar ide “bebas” tersebut.
Argumen lain datang dari Perdana Menteri […] Nabil Ihsan, [yang] menyatakan bahwa definisi “bebas” adalah “bebas dalam menentukan jalan yang akan ditempuhnya sendiri tanpa tekanan negara lain”, dan bahwa pendirian LIR Union tidaklah melanggar hakikat dari “bebas” itu sendiri. Ia juga menerangkan kalau Indokistan tidak boleh terikat pada pakta persekutuan apapun, Indokistan tidak bisa lagi membuka hubungan formal dengan negara lain, mendirikan dan bergabung dalam organisasi intermikronasional, dan menandatangani traktat dengan negara lain.
[Apakah] Anda memiliki argumen [lain] yang mendukung atau menolak keanggotaan Indokistan di LIR Union? Suarakan pendapat anda sekarang juga!
(The Indokistan Times, November 2012. Dengan suntingan.)
Konteks:
Logo LIR Union (2012-2013)
LIR Union adalah sebuah organisasi intermikronasional yang beranggotakan Indokistan, Los Bay Petros, dan Raflesinesia. Deklarasi pendirian LIR Union ditandatangani pada satu-satunya konferensi mikronasional di Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 10 Agustus 2012 di Kranji, Los Bay Petros.
Perbincangan tersebut muncul pada era Republik Indokistan Ketiga (Oktober 2012 – Januari 2013) antara Kanselir (tertulis “Perdana Menteri”) Nabil Ihsan dan Ketua Parlemen Tian Abdurrahman. Pada saat itu, pengaruh Tian yang merupakan pemimpin Bobodolands di Indokistan sedang semakin meningkat, terutama setelah perjuangannya mengembalikan sistem negara kesatuan ke Indokistan berhasil.
Pernyataan Tian tersebut pada saat itu dianggap sebagai suatu tindakan yang amat berani, karena pendapatnya untuk mengusulkan perubahan status quo yang telah ada sebelum ia bergabung ke Indokistan (LIR Union berdiri pada Agustus 2012, Bobodolands baru bergabung ke Indokistan pada September 2012), terlebih berhadapan langsung dengan pendiri yang menandatangani langsung deklarasi pendirian LIR Union.
Sudah lumrah memang pendirian Tian Abdurrahman terkadang berseberangan dengan tokoh Indokistan lain saat Bobodolands menjadi bagian Indokistan sampai Januari 2014. Satu peristiwa besar turut terjadi kemudian, ketika pada Oktober 2013 ia mendirikan negara kesatuan “Republik Indokistan” sebagai protes atas sistem federal Indokistan yang telah disepakati pada referendum di bulan Juni 2013.
Namun di sisi lain, inilah bukti akan keberagaman pemikiran di Indokistan, yang masih tetap bersatu walaupun pemimpinnya memiliki perbedaan pandangan. Kemudian, satu sikapnya yang dapat kita teladani saat ini adalah keberaniannya menyatakan pendapat, mau apapun itu.
Pada akhirnya toh, setelah penggabungan Raflesinesia ke Indokistan pada Februari 2013, status LIR Union sebagai organisasi mikronasional menjadi tidak relevan, karena anggotanya hanya tinggal dua. Usulan Rayhan Haikal untuk mengubah LIR Union menjadi traktat khusus juga tidak menerima sambutan apapun dari pemimpin kedua negara.
Association of Indonesian Micronations (AIM) General Assembly has set the official symbol of the organisation on the general assembly sessions took place in 3 April until 4 April 2020. The symbols received official status are the organisation flag and anthem.
On the 3 April session, the general assembly has voted for the adoption of “Light of Southeast Asia” as the organisation anthem, by 6-1 votes.
The song was made by Theodorus Diaz of Excellent in 2015, and the lyrics was made by Nabil Ihsan of Suwarnakarta Institute last month. The song was already proposed in 2015, yet received only marginal support to make it official.
Nusantara united in a noble bond
Brilliant countries hope of the world
May our joyful dream comes true
Light of Southeast Asia
(Translation of the first stanza of the “Light of Southeast Asia”)
Antoher session took place yesterday (04/04) finalizes the official flag of AIM afrter lengthy discussion due to diverse ideas proposed by member states. The final vote tally on the flag are in 6-3.
The official flag of AIM consists of white background with AIM logo in the middle of the flag. Defeated proposal on the flag maintains the same design, yet with blue background. The general assembly also agreed on 2:3 flag proportion.
After the recognition, another proposal is to made the symbols constitutional by adding it to the Charter. The proposal currently remain under consideration by the general assembly.
Majelis Umum Asosiasi Negara Mikro se-Indonesia (AIM) telah menetapkan simbol-simbol resmi organisasi pada rapat yang berlangsung selumbari (03/04) sampai dengan kemarin (04/04). Simbol-simbol yang diresmikan dalam dua hari rapat tersebut adalah lagu organisasi dan bendera organisasi.
Pada rapat selumbari (03/04), Majelis umum menyetujui “Cahaya Asia Tenggara” sebagai lagu organisasi, yang disetujui dengan hasil voting 6-1.
Lagu tersebut dibuat oleh Theodorus Diaz dari Excellent pada tahun 2015, sementara liriknya dibuat oleh Nabil Ihsan dari Institut Suwarnakarta pada bulan lalu. Lagu ini telah diusulkan sejak tahun 2015, namun usulan peresmiannya tidak kunjung dilanjutkan.
Nusantara bersatu dalam ikatan mulia
Negeri cemerlang harapan persada
Jadilah nyata satu mimpi nan bahagia
Cahaya Asia Tenggara
(Stanza pertama “Cahaya Asia Tenggara”)
Rapat kemarin (04/04) pada akhirnya berhasil menetapkan bendera resmi AIM setelah diskusi panjang karena beragamnya ide yang ditawarkan oleh anggota. Bendera AIM terpilih disetujui dengan jumlah voting 6-3.
Bendera AIM terpilih memiliki warna dasar putih, dengan logo AIM di tengah bendera. Usulan lainnnya memiliki desain yang sama, namun berwarna dasar biru. Konstruksi bendera pun juga telah disepakati dengan proporsi 2:3.
Setelah resminya simbol AIM, muncul pula usulan untuk mencantumkan pasal tentang simbol AIM di AD-ART organisasi. Usulan tersebut kini sedang dalam pertimbangan Majelis Umum.